Senin, 02 Januari 2017



PENTINGNYA PERAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kaluarga merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat, akan tetapi mempunyai pengaruh yang besar bagi bangsa dan negara. Apabila keluarga dapat menjalankan fungsi dengan baik, maka dimungkinkan tumbuh generasi yang berkualitas dan dapat diandalkan menjadi pilar-pilar kemajuan bangsa. Keberfungsian keluarga sangat ditentukan oleh proses-proses yang berlangsung didalamnya., mengingat keluarga terbentuk dari dua pribadi yang berasal dari keluarga yang berbeda, memiliki latar belakang dan pengalaman hidup yang berbeda pula.
Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagog jerman FW Foerster (1869-1966). Pendidikan karakter merupakan reaksi atas kejumudan pedagogi natural Rousseauian dan instrumentalisme pedagogis Deweyan.
Pendidikan karakter adalah suatu usaha mendidik anak-anak agar bijaksana dan berkontribusi positif terhadap lingkungan.  Keluarga dipandang sebagai pendidik karakter yang utama pada anak, di samping sekolah yang juga dianggap sebagai pusat pengembangan karakter pada anak.
Pembentukan karakter pada anak usia dini dilakukan melalui pembiasaan, adapun tujuannya adalah agar anak mempraktekkan langsung nilai-nilai tersebut dan terbiasa untuk melakukan hal-hal yang baik dengan harapan dapat terinternalisasi dalam kehidupan anak. Pananaman nilai dalam pendidikan karakter pada anak usia dini sesuai PP No. 58 suplemen kurikulum yang mencakup empat aspek yaitu aspek spiritual, aspek personal, aspek sosial dan aspek lingkungan.


1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan dari makalah ini, antara lain :
1.   Apakah peran orang tua dalam pembentukan karakter anak itu penting ?
2.   Bagaimana cara menanamkan nilai-nilai sebagai pembentuk karakter anak?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, antara lain :
1.   Untuk mengetahui pentingnya peran orang tua dalam pembentukan karakter anak.
2.   Untuk mengetahui cara menanamkan nilai sebagai pembentuk karakter anak.


1.4  Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini, antara lain :
1.    Makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan kajian.
2.    Makalah ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran untuk masyarakat pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya.
3.    Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca.
4.    Makalah ini diharapkan dapat membantu penanganan oleh orang tua terhadap anaknya terutama anak usia dini.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Nilai
Nilai atau value, adalah suatu yang berharga, berguna, indah memerkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Secara garis besar nilai dibagi dalam dua kelompok yaitu nilai nurani (Values of Being) dan nilai memberi (Values of giving). Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain. Yang termasuk dalam nilai nurani adalah kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesesuaian. Nilai –nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak apa yang diberikan. Yang termasuk pada kelompok nilai memberi adalah seria, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati ramah, adil dan murah hati.(Linda, 1995).
Nilai-nilai itu semuah telah diajarkan pada anak-anak disekolah dasar sebab nilai-nilai tersebut menjadi pokok-pokok pembahasan dalam pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Jadi, sebenarnya perilaku-perilaku yang diinginkan dan memanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari generasi mudah bangsa ini telah cukup tertampung dalam pokok-pokok bahasan pendidikan nilai sekarang yang berlangsung. Persoalan ialah bagaimana cara mengajarkannya agar mereka terbiasa berprilaku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud..

2.2    Pengertian Karakter
Dalam kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan akhlak atau budi pekerti yang membedakan sseorang daripada yang lain. Dengan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga “berbentuk” unik, menarik dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.
Tentang proses pembentukan karakter ini dapat disebutkan sebuah nama besar: Helen Keller (1880-1986). Wanita luar biasa ini menjadi buta dan tuli, dan sejarah hidupnya mendemonstrasikan bagaimana prses membangun karakter itu memerlukan disiplin tinggi karena tidak pernah mudah dan seketika atau instand. Diperlukan refleksi dan tindak lanjuti dengan aksi nyata sehingga menjadi praksis, refleksi, dan praktik. Diperlukan pula sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tbiat seseorang.

2.3    Pendidikan Nilai dalam Lingkungan Keluarga
Menurut penjelasan Undang-undang No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.
Pendidikan dalam keluarga diarahkan pada pembinaan pribada anak agar kelak mereka mampu melaksanakan kehidupannya sebagai manusia dewasa. Perhatian lebih dicurahkan pada upaya meletakkan pendidikan yang melandasi pemekaran memikiran, sikap, dan prilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai budaya yang berlaku dimasyarakat sekitar.
Beberapa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya, antara lain:
1.    Memelihara dan mendidik anak,
2.    Membina aqidah dan akhlak sopan santun anak





2.4    Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter Anak
Perkembangan anak merupakan proses perubahan perilaku dari tidak matang  menjadi matang, dari sederhana menjadi kompleks, suatu evolusi manusia dari ketergantungan menjadi manusia yang mandiri.
Pentingnya peran orang tua dalam pembentukan watak dan kepribadian anak sangat tergantung dari pola pendidikan yang diberikan yang diberikan oleh kedua orang tuanya dalam lingkungan keluarga. Para orang tua harus menyadari bahwa pendidikan anak sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya, hanya saja dalam perkembangan kesibukan manusia moderen sekarang.
Para orang tua hendaknya berhati-hati dalam mendidik anak, agar anak berakhlak mulia dan beradap sopan santun yang baik sesuai norma yang berlaku dimasyarakat. Orang tua adalah teladan dan panutan bagi anak-anaknya, dan bertanggung jawab penuh terhadap anaknya baik didunia maupun diakhirat.
Pola pendidikan anak dalam keluarga dapat mempertimbangkan 3 prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu: (1) ing ngarso sung tulodo, artinya orang tua sebagai pendidik menjadi pusat anutan atau menjadi tauladan bagi anak-anaknya. (2) ing madyo mangun karso, artinya program pendidikan dan proses pembelajaran dilaksanakan secara bersama-sama oleh orang tua dan anak (memberi semangat), dan (3) tut wuri handayani, bahwa dalam proses belajar kepentingan peserta didik menjadi fokus utama, sedangkan orang tua menjadi pendorong atau pengarahdari belakang tentang apa yang dilakukan oleh anak sebagai peserta didiknya.
Pendidikan anak yang dilaksanakan dalam keluarga menyangkut norma agama dan adat sopan santun dalam berperilaku sehari-hari. Seperti adat sopan santun makan, berpakaian, bertamu, berjalan, berbicara, memasuki rumah, dan tidur. Selain itu juga diajarkan pula berbagai pantangan, seperti: tidak memegang kepala orang lain, menyepak, menunjuk sesuatu dengan kaki, mengeluarkan angin hingga terdengar orang lain, mandi telanjang, meludah didepan orang lain, dan sebagainya.
Metode yang dapat digunakan adalah keteladanan, bercerita, pelibatan langsung, nasehat, pengawasan, sindiran, dan hukuman. Pendidikan dalam keluarga memerlukan kasih sayang, kebijaksanaan, dan kesabaran. Keteladanan dalam beribadah diajak pergi ke masjid, atau ke kegiatan keagamaan lainnya,mengikutsertakan anak dalam kegiatan transaksi jual beli yang benar, cara kepemimpinan orang tua yang demokratis terhadap ank dan terhadap kerabat dan tetangga.
Melalui metode bercerita dan pelibatan anak, selanjutnya orang tua perlu memberi penjelasan tentang makna cerita dan peristiwan yang didengar dan dilihat sang anak tentang mana yang harus diikuti dan mana yang tidak bisa. Seorang anak cenderung banyak mengajukan pertanyaan, jika suatu pertanyaan dijaab akan muncul pertanyaan baru, dan jika tidak direspon atau tidak dijawab berarti akan mematikan kreaktivitas anak. Orang tua harus senantiasa merespon keinginan anak.
Belajar pada masa kecil akan membekas sampai dewasa dan akan memberikan semangat yang kuat kepada anak, atau apa yang diajarkan pada masa ini akan dipegang teguh sang anak sampai dewasa dan mereka dengan mudah memehami apa yang diajarkan kepadanya. Sebaliknya belajar pada masa dewasa akan mengalami kesulitan karena sulit memahami dan cepat lupa.


2.5    Penanaman Nilai Dalam Pembentukan Karakter
Terdapat empat ciri dasar  karakter menurut Foerster dalam pendidikan karakter antara lain:
1.    Keteraturan Interior, di mana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.
2.    Koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.
3.    Otonomi, di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan serta tekanan dari pihak lain.
4.    Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Dalam kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Kematangan empat karakter ini, lanjut Foerster, memungkinkan manusia melewati tahap individualitas menuju personalitas. “Orang-orang moderen sering mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara independensi eksterior dan interior”. Karakter inilah yang dapat menentukan forma seorang pribadi dalam segala bentuk tindakannya.
Dalam pendidikan karakter Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (componen of good character), yaitu Moral Knowing atau pengetahuan tentang moral, Moral Feeling atau perasaan tentang moral, dan Moral Action atau perbuatan moral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebijakan.
Ratna megawangi (2004) sebagai pencetus pensisikan karakter di indinesia telah menyusun karakter mulia yang selayaknya diajarkan pada anak, yang kemudian disebut sebagai sembilan pilar yaitu:
1.      Cinta tuhan dan kebenaran
2.      Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian
3.      Amanah
4.      Hormat dan santun
5.      Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama.
6.      Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah.
7.      Keadilan dan kepemimpinan
8.      Baik dan rendah hati
9.      Toleransi dan cinta damai.
Menurut kartini (2011) dalam yuliantoro, jika sejak usia dini anak tidak diajarkan nilai-nilai budi pekerti maka jika anak menginjak dewasa akan mengembangkan sikap destruktif atau cenderung ke arah brutal.
Secara rinci, setidaknya terdapat 10 cara yang dapat dilakukan orang tua untuk mendidik secara tepat dalam rangka mengembangkan karakter yang baik pada anak, yaitu:
1.      Meletakkan agenda pembentukan karakter anak sebagai prioritas utama.
2.      Memikirkan jumlah waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anak
3.      Memberikan tauladan yang baik
4.      Menyeleksi berbagai informasi dari media yang digunakan anak
5.      Menggunakan bahasa yang jelas dan kugas tentang perilaku yang baik dan buruk, perbuatan yang boleh dan tidak boleh
6.      Memberikan hukuman dengan kasih sayang
7.      Belajar mendengarkan anak
8.      Terlibat dengan kehidupan sekolah anak
9.      Selalu makan bersama, setidaknya sekali dalam satu hari, dan
10.  Tidak mendidik hanya dengan kata-kata.
Jadi Keluarga merupakan tempat yang penting bagi perkembangan anak secara fisik, emosi, spiritual, dan sosial. Karena keluarga merupakan sumber bagi kasih sayang, perlindungan, dan identitas bagi anggotanya. Keluarga menjalankan fungsi yang penting bagi keberlangsungan masyarakat dari generasi ke generasi. Dari kajian lintas budaya ditemukan dua fungsi utama keluarga, yakni internal: memberikan perlindungan psikososial bagi para anggotanya. Dan Eksternal: mentransmisikan nilai-nilai budaya pada generasi selanjutnya (Minuchin,1974).







BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Penanaman nilai dapat dilakukan di dalam keluarga dalam hal ini peran orang tualah yang akan sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter yang diinginkan. Pembentukan karakter anak juga harus dipraktikkan melalui pola asuh dari orang tua dan keluarga kepada anak, sebagai orang tua harus memberikan polah asuh yang benar, serta menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari agar anak mempunyai jiwa karakter yang bagus didalam masyarakat luas.
Pentingnya peran orang tua dalam pembentukan watak dan kepribadian anak sangat tergantung dari pola pendidikan yang diberikan yang diberikan oleh kedua orang tuanya dalam lingkungan keluarga. Para orang tua harus menyadari bahwa pendidikan anak sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya, hanya saja dalam perkembangan kesibukan manusia moderen sekarang.
Jadi Keluarga merupakan tempat yang penting bagi perkembangan anak secara fisik, emosi, spiritual, dan sosial. Karena keluarga merupakan sumber bagi kasih sayang, perlindungan, dan identitas bagi anggotanya. Keluarga menjalankan fungsi yang penting bagi keberlangsungan masyarakat dari generasi ke generasi.


3.2  Saran
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis sangat mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca dan dosen pembimbing, agar dalam pembuatan makalah ke depannya dapat lebih baik.




DAFTAR PUSTAKA
Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga (Edisi Pertama). Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Anwar dan Arsyad Ahmad. 2009. Pendidikan Anak Dini Usia (Cetakan ketiga). Bandung: Alvabeta, CV
Elmubarok, Zaim. 2009. Membumikan Pendidikan Nilai (Cetakan kedua). Bandung: Alfabeta, CV
Megawangi, Ratna. 2009. Pendidikan Karakter. Edisi Ke-3. Jakarta (ID) : Gapprint
Melly Latifah. 2001. Peranan Keluarga Dalam Pendidikan Karakter Anak. Makalah. Diunduh dari http://indo2.islamic-world.net
Diah Anggraini, Shally. 2013. Penanaman Nilai-Nilai Karakter pada Anak sesuai dengan Tahapan Perkembangannya. Diunduh dari: blog-tgl-23-10-2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar