“PENTINGNYA PERAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER
ANAK”
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kaluarga
merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat, akan tetapi mempunyai pengaruh
yang besar bagi bangsa dan negara. Apabila keluarga dapat menjalankan fungsi
dengan baik, maka dimungkinkan tumbuh generasi yang berkualitas dan dapat
diandalkan menjadi pilar-pilar kemajuan bangsa. Keberfungsian keluarga sangat ditentukan
oleh proses-proses yang berlangsung didalamnya., mengingat keluarga terbentuk
dari dua pribadi yang berasal dari keluarga yang berbeda, memiliki latar
belakang dan pengalaman hidup yang berbeda pula.
Pencetus
pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis spiritual dalam proses
pembentukan pribadi ialah pedagog jerman FW Foerster (1869-1966). Pendidikan
karakter merupakan reaksi atas kejumudan pedagogi natural Rousseauian dan
instrumentalisme pedagogis Deweyan.
Pendidikan
karakter adalah suatu usaha mendidik anak-anak agar bijaksana dan berkontribusi
positif terhadap lingkungan. Keluarga
dipandang sebagai pendidik karakter yang utama pada anak, di samping sekolah
yang juga dianggap sebagai pusat pengembangan karakter pada anak.
Pembentukan
karakter pada anak usia dini dilakukan melalui pembiasaan, adapun tujuannya
adalah agar anak mempraktekkan langsung nilai-nilai tersebut dan terbiasa untuk
melakukan hal-hal yang baik dengan harapan dapat terinternalisasi dalam
kehidupan anak. Pananaman nilai dalam pendidikan karakter pada anak usia dini
sesuai PP No. 58 suplemen kurikulum yang mencakup empat aspek yaitu aspek
spiritual, aspek personal, aspek sosial dan aspek lingkungan.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan dari makalah ini, antara
lain :
1.
Apakah peran orang tua dalam pembentukan karakter anak itu penting ?
2.
Bagaimana cara menanamkan nilai-nilai sebagai pembentuk karakter anak?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, antara
lain :
1. Untuk mengetahui pentingnya peran orang tua dalam
pembentukan karakter anak.
2. Untuk mengetahui cara menanamkan nilai sebagai
pembentuk karakter anak.
1.4 Manfaat
Adapun
manfaat dari makalah ini, antara lain :
1. Makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan
kajian.
2. Makalah ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran
untuk masyarakat pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya.
3. Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
pembaca.
4. Makalah ini diharapkan dapat membantu penanganan oleh
orang tua terhadap anaknya terutama anak usia dini.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nilai
Nilai atau value, adalah suatu yang
berharga, berguna, indah memerkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat
dan martabatnya. Secara garis besar nilai dibagi dalam dua kelompok yaitu nilai
nurani (Values of Being) dan nilai
memberi (Values of giving).
Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang
menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain. Yang termasuk dalam
nilai nurani adalah kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri,
potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesesuaian. Nilai –nilai memberi
adalah nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan yang kemudian akan diterima
sebanyak apa yang diberikan. Yang termasuk pada kelompok nilai memberi adalah
seria, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik
hati ramah, adil dan murah hati.(Linda, 1995).
Nilai-nilai itu semuah telah diajarkan
pada anak-anak disekolah dasar sebab nilai-nilai tersebut menjadi pokok-pokok
pembahasan dalam pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Jadi, sebenarnya
perilaku-perilaku yang diinginkan dan memanifestasikan dalam kehidupan
sehari-hari generasi mudah bangsa ini telah cukup tertampung dalam pokok-pokok
bahasan pendidikan nilai sekarang yang berlangsung. Persoalan ialah bagaimana
cara mengajarkannya agar mereka terbiasa berprilaku sesuai dengan nilai-nilai
yang dimaksud..
2.2 Pengertian
Karakter
Dalam
kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat
kejiwaan akhlak atau budi pekerti yang membedakan sseorang daripada yang lain. Dengan
pengertian diatas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) adalah proses
mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga “berbentuk” unik, menarik
dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.
Tentang
proses pembentukan karakter ini dapat disebutkan sebuah nama besar: Helen
Keller (1880-1986). Wanita luar biasa ini menjadi buta dan tuli, dan sejarah
hidupnya mendemonstrasikan bagaimana prses membangun karakter itu memerlukan
disiplin tinggi karena tidak pernah mudah dan seketika atau instand. Diperlukan
refleksi dan tindak lanjuti dengan aksi nyata sehingga menjadi praksis,
refleksi, dan praktik. Diperlukan pula sejumlah waktu untuk membuat semua itu
menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tbiat seseorang.
2.3 Pendidikan
Nilai dalam Lingkungan Keluarga
Menurut penjelasan Undang-undang No.
2/1989 tentang sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan dalam keluarga
memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan
pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.
Pendidikan dalam keluarga diarahkan
pada pembinaan pribada anak agar kelak mereka mampu melaksanakan kehidupannya
sebagai manusia dewasa. Perhatian lebih dicurahkan pada upaya meletakkan
pendidikan yang melandasi pemekaran memikiran, sikap, dan prilaku yang sesuai
dengan ajaran agama dan nilai-nilai budaya yang berlaku dimasyarakat sekitar.
Beberapa tanggung jawab orang tua
terhadap anaknya, antara lain:
1.
Memelihara
dan mendidik anak,
2.
Membina
aqidah dan akhlak sopan santun anak
2.4 Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter Anak
Perkembangan anak merupakan proses
perubahan perilaku dari tidak matang
menjadi matang, dari sederhana menjadi kompleks, suatu evolusi manusia
dari ketergantungan menjadi manusia yang mandiri.
Pentingnya peran orang tua dalam
pembentukan watak dan kepribadian anak sangat tergantung dari pola pendidikan
yang diberikan yang diberikan oleh kedua orang tuanya dalam lingkungan
keluarga. Para orang tua harus menyadari bahwa pendidikan anak sepenuhnya menjadi
tanggung jawabnya, hanya saja dalam perkembangan kesibukan manusia moderen
sekarang.
Para orang tua hendaknya berhati-hati
dalam mendidik anak, agar anak berakhlak mulia dan beradap sopan santun yang
baik sesuai norma yang berlaku dimasyarakat. Orang tua adalah teladan dan
panutan bagi anak-anaknya, dan bertanggung jawab penuh terhadap anaknya baik
didunia maupun diakhirat.
Pola pendidikan anak dalam keluarga dapat
mempertimbangkan 3 prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu: (1) ing ngarso sung tulodo, artinya
orang tua sebagai pendidik menjadi pusat anutan atau menjadi tauladan bagi
anak-anaknya. (2) ing madyo mangun karso,
artinya program pendidikan dan proses pembelajaran dilaksanakan secara
bersama-sama oleh orang tua dan anak (memberi semangat), dan (3) tut wuri
handayani, bahwa dalam proses belajar kepentingan peserta didik menjadi fokus
utama, sedangkan orang tua menjadi pendorong atau pengarahdari belakang tentang
apa yang dilakukan oleh anak sebagai peserta didiknya.
Pendidikan anak yang dilaksanakan dalam
keluarga menyangkut norma agama dan adat sopan santun dalam berperilaku
sehari-hari. Seperti adat sopan santun makan, berpakaian, bertamu, berjalan,
berbicara, memasuki rumah, dan tidur. Selain itu juga diajarkan pula berbagai
pantangan, seperti: tidak memegang kepala orang lain, menyepak, menunjuk
sesuatu dengan kaki, mengeluarkan angin hingga terdengar orang lain, mandi
telanjang, meludah didepan orang lain, dan sebagainya.
Metode yang dapat digunakan adalah
keteladanan, bercerita, pelibatan langsung, nasehat, pengawasan, sindiran, dan
hukuman. Pendidikan dalam keluarga memerlukan kasih sayang, kebijaksanaan, dan
kesabaran. Keteladanan dalam beribadah diajak pergi ke masjid, atau ke kegiatan
keagamaan lainnya,mengikutsertakan anak dalam kegiatan transaksi jual beli yang
benar, cara kepemimpinan orang tua yang demokratis terhadap ank dan terhadap
kerabat dan tetangga.
Melalui metode bercerita dan pelibatan
anak, selanjutnya orang tua perlu memberi penjelasan tentang makna cerita dan
peristiwan yang didengar dan dilihat sang anak tentang mana yang harus diikuti
dan mana yang tidak bisa. Seorang anak cenderung banyak mengajukan pertanyaan,
jika suatu pertanyaan dijaab akan muncul pertanyaan baru, dan jika tidak
direspon atau tidak dijawab berarti akan mematikan kreaktivitas anak. Orang tua
harus senantiasa merespon keinginan anak.
Belajar pada masa kecil akan membekas
sampai dewasa dan akan memberikan semangat yang kuat kepada anak, atau apa yang
diajarkan pada masa ini akan dipegang teguh sang anak sampai dewasa dan mereka
dengan mudah memehami apa yang diajarkan kepadanya. Sebaliknya belajar pada
masa dewasa akan mengalami kesulitan karena sulit memahami dan cepat lupa.
2.5 Penanaman
Nilai Dalam Pembentukan Karakter
Terdapat empat ciri dasar karakter menurut Foerster dalam pendidikan
karakter antara lain:
1.
Keteraturan
Interior, di mana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai. Nilai
menjadi pedoman normatif setiap tindakan.
2.
Koherensi
yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah
terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar
yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan
kredibilitas seseorang.
3.
Otonomi,
di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi
nilai-nilai pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi
tanpa terpengaruh atau desakan serta tekanan dari pihak lain.
4.
Keteguhan
dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa
yang dipandang baik. Dalam kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas
komitmen yang dipilih.
Kematangan
empat karakter ini, lanjut Foerster, memungkinkan manusia melewati tahap
individualitas menuju personalitas. “Orang-orang moderen sering
mencampuradukkan antara individualitas dan personalitas, antara aku alami dan
aku rohani, antara independensi eksterior dan interior”. Karakter inilah yang
dapat menentukan forma seorang pribadi dalam segala bentuk tindakannya.
Dalam
pendidikan karakter Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter
yang baik (componen of good character),
yaitu Moral Knowing atau pengetahuan
tentang moral, Moral Feeling atau perasaan
tentang moral, dan Moral Action atau
perbuatan moral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan,
dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebijakan.
Ratna
megawangi (2004) sebagai pencetus pensisikan karakter di indinesia telah
menyusun karakter mulia yang selayaknya diajarkan pada anak, yang kemudian
disebut sebagai sembilan pilar yaitu:
1.
Cinta
tuhan dan kebenaran
2.
Tanggung
jawab, kedisiplinan, dan kemandirian
3.
Amanah
4.
Hormat
dan santun
5.
Kasih
sayang, kepedulian, dan kerjasama.
6.
Percaya
diri, kreatif, dan pantang menyerah.
7.
Keadilan
dan kepemimpinan
8.
Baik
dan rendah hati
9.
Toleransi
dan cinta damai.
Menurut
kartini (2011) dalam yuliantoro, jika sejak usia dini anak tidak diajarkan
nilai-nilai budi pekerti maka jika anak menginjak dewasa akan mengembangkan
sikap destruktif atau cenderung ke arah brutal.
Secara
rinci, setidaknya terdapat 10 cara yang dapat dilakukan orang tua untuk
mendidik secara tepat dalam rangka mengembangkan karakter yang baik pada anak,
yaitu:
1.
Meletakkan
agenda pembentukan karakter anak sebagai prioritas utama.
2.
Memikirkan
jumlah waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anak
3.
Memberikan
tauladan yang baik
4.
Menyeleksi
berbagai informasi dari media yang digunakan anak
5.
Menggunakan
bahasa yang jelas dan kugas tentang perilaku yang baik dan buruk, perbuatan
yang boleh dan tidak boleh
6.
Memberikan
hukuman dengan kasih sayang
7.
Belajar
mendengarkan anak
8.
Terlibat
dengan kehidupan sekolah anak
9.
Selalu
makan bersama, setidaknya sekali dalam satu hari, dan
10. Tidak mendidik hanya dengan kata-kata.
Jadi Keluarga
merupakan tempat yang penting bagi perkembangan anak secara fisik, emosi,
spiritual, dan sosial. Karena keluarga merupakan sumber bagi kasih sayang,
perlindungan, dan identitas bagi anggotanya. Keluarga menjalankan fungsi yang
penting bagi keberlangsungan masyarakat dari generasi ke generasi. Dari kajian
lintas budaya ditemukan dua fungsi utama keluarga, yakni internal: memberikan
perlindungan psikososial bagi para anggotanya. Dan Eksternal: mentransmisikan
nilai-nilai budaya pada generasi selanjutnya (Minuchin,1974).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penanaman nilai dapat dilakukan di
dalam keluarga dalam hal ini peran orang tualah yang akan sangat berpengaruh
dalam pembentukan karakter yang diinginkan. Pembentukan karakter anak juga harus dipraktikkan
melalui pola asuh dari orang tua dan keluarga kepada anak, sebagai orang tua
harus memberikan polah asuh yang benar, serta menanamkan nilai-nilai pendidikan
karakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari agar anak mempunyai jiwa
karakter yang bagus didalam masyarakat luas.
Pentingnya peran orang tua dalam
pembentukan watak dan kepribadian anak sangat tergantung dari pola pendidikan
yang diberikan yang diberikan oleh kedua orang tuanya dalam lingkungan
keluarga. Para orang tua harus menyadari bahwa pendidikan anak sepenuhnya
menjadi tanggung jawabnya, hanya saja dalam perkembangan kesibukan manusia
moderen sekarang.
Jadi Keluarga merupakan tempat yang penting bagi
perkembangan anak secara fisik, emosi, spiritual, dan sosial. Karena keluarga
merupakan sumber bagi kasih sayang, perlindungan, dan identitas bagi
anggotanya. Keluarga menjalankan fungsi yang penting bagi keberlangsungan
masyarakat dari generasi ke generasi.
3.2 Saran
Penulis sangat
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis
sangat mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca dan
dosen pembimbing, agar dalam pembuatan makalah ke depannya dapat lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Lestari,
Sri. 2012. Psikologi Keluarga (Edisi
Pertama). Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Anwar
dan Arsyad Ahmad. 2009. Pendidikan Anak
Dini Usia (Cetakan ketiga). Bandung: Alvabeta, CV
Elmubarok,
Zaim. 2009. Membumikan Pendidikan Nilai
(Cetakan kedua). Bandung: Alfabeta, CV
Megawangi,
Ratna. 2009. Pendidikan Karakter. Edisi Ke-3. Jakarta (ID) : Gapprint
Melly Latifah. 2001. Peranan Keluarga Dalam Pendidikan
Karakter Anak. Makalah. Diunduh dari http://indo2.islamic-world.net
Diah
Anggraini, Shally. 2013. Penanaman Nilai-Nilai Karakter pada Anak sesuai dengan
Tahapan Perkembangannya. Diunduh dari: blog-tgl-23-10-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar